Laman

Cari Blog Ini

Kamis, 27 Oktober 2011

Papua Rusuh

Pemilukada di Papua Rusuh

Jayapura -Sebanyak 17 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam bentrok warga di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Ahad 31 Juli 2011. Kepolisian Daerah Papua menyebutkan, sejumlah rumah dan kendaraan juga ikut dibakar dalam rusuh pagi tadi. “Bentrok di sekitar kantor DPRD Puncak,” kata juru bicara Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Wahcyono.Namun sejauh ini polisi belum mengetahui secara detail nama korban tewas dan luka-luka. “Masih dalam penyelidikan,” ujarnya.
Bentrok diduga dipicu ketidakpuasan warga pendukung Elvis Tabuni, Ketua DPRD Kabupaten Puncak, dan pendukung Simon Alom, mantan caretaker Bupati Kabupaten Puncak.
Sebelumnya Ketua DPRD Puncak Elvis Tabuni mengatakan tahapan Pemilukada di Puncak patut ditinjau kembali karena KPUD setempat melanggar pasal 11 UU Nomor 9 tahun 2010. Karena ia meminta pemilukada ditunda.
Belakangan pernyataan itu dibantah Ketua KPUD Puncak Nas Labene. Ia mengaku pemilu sudah sesuai prosedur dan tidak melanggar Undang-undang. “Kami tidak pernah melanggar aturan, jadi tidak ada alasan untuk Pemilukada di Puncak ditunda,” katanya.
kabar terkait:
Freeport: Surat Dewan Rakyat Papua Picu Rusuh Timika

TIMIKA: Manajemen PT Freeport Indonesia mensinyalir surat dari Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) tertanggal 6 Oktober 2011 yang meminta penghentian sementara operasional PT Freeport Indonesia, menjadi pemicu tindakan anarkisme massa di Terminal Gorong-gorong Timika, Senin (10 Oktober).
Presiden Direktur & CEO PT Freeport Indonesia Armando Mahler saat menggelar pertemuan dengan wartawan di Kuala Kencana, Timika, Rabu 12 Oktober, mengatakan keluarga besar PT Freeport merasa sedih dan berduka atas meninggalnya Petrus Ayamseba, 36, karyawan PT Pangansari Utama dalam kasus bentrokan dengan aparat kepolisian di Terminal Gorong-gorong Timika.
"Hari Senin terjadi hal-hal yang sama sekali tidak kami inginkan. Saat itu banyak karyawan dan nonkaryawan bergabung hendak masuk ke Terminal Gorong-gorong. Tujuan mereka ingin ke Tembagapura untuk stok operasi PTFI. Mungkin hal ini dipicu oleh adanya surat dari DPRP yang meminta stop operasi perusahaan sebelum semua soal diselesaikan," jelas Armando.
Dengan adanya dukungan dari DPRP itu, membuat karyawan PT Freeport yang selama ini menggelar mogok kerja di Timika semakin agresif karena merasa ada pihak lain yang mem-back up perjuangan mereka.
Terkait surat dari DPRP itu, menurut Armando, PT Freeport telah berkomunikasi dengan Ketua DPRP John Ibo di Jayapura.
Dari pengakuan John Ibo, kata Armando, yang bersangkutan tidak pernah menandatangani surat yang meminta penghentian sementara waktu operasional PT Freeport.
Menyinggung tentang ketidakhadiran PT Freeport dalam pertemuan yang difasilitasi Komisi A DPRP di Jayapura, 6 Oktober 2011, Armando mengatakan jajarannya sudah menyurati DPRP untuk menunda pertemuan hingga Jumat (14 Oktober).
Namun ternyata, pertemuan tetap dilanjutkan tanpa kehadiran perwakilan manajemen PT Freeport hingga DPRP mengeluarkan sejumlah rekomendasi.
Menurut Armando, jika operasional PT Freeport terhenti maka banyak pihak yang rugi, baik perusahaan, karyawan dan keluarganya, masyarakat, dan pemerintah pusat, provinsi maupun daerah.
Armando menegaskan PT Freeport memiliki komitmen untuk menunjang program MP3EI dengan menginvestasikan dana sebesar 17,5 miliar dolar AS hingga tahun 2041.
"Kalau perusahaan stop produksi maka semua ini akan terhambat," jelasnya.
Saat menggelar jumpa pers di Jayapura pada Selasa (11 Oktober) petang, John Ibo menegaskan bahwa surat tanggal 6 Oktober tersebut bukan merupakan surat dari DPRP dan tidak pernah ditandatangani oleh yang bersangkutan.
DPRP juga menyatakan menyesal atas insiden yang terjadi di Timika yang dipicu oleh surat DPRP, dan DPRP menyatakan berduka cita kepada para korban, baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka dan sementara dirawat di berbagai rumah sakit di Timika.
DPRP berjanji akan melakukan klarifikasi internal secara serius atas persoalan itu dan akan memberikan tindakan tegas bagi oknum yang terlibat dalam pembuatan surat tertanggal 6 Oktober 2011. Lembaga DPRP juga menyatakan siap bertanggung jawab bila tuntutan dialamatkan ke DPRP.
Armando meminta aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kasus bentrokan di Terminal Gorong-gorong Timika yang mengakibatkan Petrus Ayamseba meninggal dunia hingga kasus pembakaran kendaraan di ruas jalan poros dari Pelabuhan Portsite Amamapare ke Tembagapura.
"Kami minta pihak yang memicu kejadian tersebut dihadapkan ke meja pengadilan. Orang yang memicu kerusuhan itu harus dituntut. Yang bersalah harus dihukum," kata Armando.